Pages

Sabtu, 05 Januari 2013

ALIRAN DALAM PENDIDIKAN



Aliran – aliran  dalam Pendidikan
Dalam  kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari pendidikan. Sejak kita dilahirkan ke udnia ini, kita sudah mulai didik oleh orang tua kita tanpa kita sadari. Pendidikan itupun tak hanya pendidikan yang bersifaf  disiplin imu, dari berbagai segi aspek kehidupan mempunyai pendidikan. Di Indonesia ada beberapa aliran dalam pendidikan.
1.     Esensialisme
Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama adalah memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, dimana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tgahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai  terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realism adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing. Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme,karena timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian cirri alam piker modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reakksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntunan zaman.
Tokoh –tokoh Esensialisme
1.      Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831)
Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang mengunakan landasan spiritual.
2.      Georg Santayana
Georg Santayana memadukan antara aliran idealisme dan realism dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu.
Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
a.       Pandangan Esensialisme Mengenai Belajar
Idealisme, sebgai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitikberatkan pada aku, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Belajar dapat didefinisikan sebgai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri sendiri.
b.      Pandangan Esensialisme Mengenai Kurikulum
Beberapa tokoh idealism memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat.
2.     Progresivisme
Progresivisme  adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, William O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B. Thomas dan Frederick C. Neff.Progravisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi maslah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri (Barnadib, 1994:28). Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi suatu statemen progrevisme, maka beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan dipandang merupakan bagian utama dari kebudayaan yang meliputi ilmu-ilmu hayat, antropologi, psikologi dan ilmu alam.
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar "naturalistik", hasil belajar "dunia nyata" dan juga pengalaman teman sebaya
Tokoh-tokoh Progresivisme
  1. William James (11 Januari 1842 – 26 Agustus 1910)James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku.
  1. John Dewey (1859 - 1952)Teori Dewey tentang sekolah adalah "Progressivism" yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah "Child Centered Curiculum", dan "Child Centered School". Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas
  1. Hans Vaihinger (1852 - 1933)Hans VaihingerMenurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian dengan obyeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia. Segala pengertian itu sebenarnya buatan semata-mata; jika pengertian itu berguna. untuk menguasai dunia, bolehlah dianggap benar, asal orang tahu saja bahwa kebenaran ini tidak lain kecuali kekeliruan yang berguna saja.
Pandangan Progesivisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Anak didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain, Oleh karena itu filsafat progressivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab, pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis anak didik.
filsafat progresivisme menghendaki jenis kurikulum yang bersifat luwes
(fleksibel) dan terbuka. Jadi kurikulum itu bisa diubah dan dibentuk sesuai dengan zamannya.Sifat kurikulumnya adalah kurikulum yang dapat direvisi dan jenisnya yang memadai, yaitu yang  dibersifat eksperimental atau tipe Core Curriculum.
Kurikulum dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum eksperimental didasarkan atas manusia dalam hidupnya selalu berinteraksi didalam lingkungan yang komplek.
Progresivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan terpisah, melainkan harus terintegrasi dalam unit. Dengan demikian core curriculum mengandung ciri-ciri integrated curriculum, metode yang diutamakan yaitu problem solving.
Dengan adanya mata pelajaran yang terintegrasi dalam unit, diharapkan anak dapat berkembang secara fisik maupun psikis dan dapat menjangkau aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.
3.     Perenialisme

Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai nilai atau prinsip prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan.
Pandangan perenialisme tentang pendidikan
Kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:
1.      Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan akal (Plato)
2.      Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya ( Aristoteles)
3.      Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata. (Thomas Aquinas)
Tokoh-tokoh Perenialisme
  1. Plato. Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan
  1. Aristoteles. Ia menganggap penting pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral
  1. Thomas Aquinas. Thomas berpendapat pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu. Seorang guru bertugad untuk menolong membangkitkan potensi yang masih tersembunyi dari anak agar menjadi aktif dan nyata
4.     Rekonstruksionisme
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggeris rekonstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut, aliran rekonstruksionisme dan perenialisme, memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuranproses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan utama tersebut memerlukan kerjasama antar ummat manusia.
Tokoh-tokoh Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg

Pandangan Rekonstruksionisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya inetelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya leori tetapi mesti menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
5.     Aliran Konstruktivisme
   Lebih dua dasa warsa terakhir ini , dunia pendidikan mendapat sumbangan pemikiran dari teori kontruktivisme sehingga banyak negara mengadakan perubahan secara mendasar terhadap sistem dan praktik pendidikan mereka bahkan kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pun tak luput dari pengaruh teori ini. Paul Suparno dalam "Filsafat Konstuktivitas dalam pendidikan " mencoba mengurai implikasi filsafat konstruktivisme dalam pendidikan.
   Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld) . pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.
   Jean Piaget adalah Psikolog pertama yang menggunkan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuanya dikenal dengan teori adaptasi kognitif, sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup , demikian juga struktur pemikiran manusia, manusia bertentangan dengan tantangan , pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secara kognitif (mental). untuk itu manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. proses tersebut meliputi :
   Skema adalah : struktur kognitif yang denganya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan.
    Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinsi.
   Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
    Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skemanya).
   Kontruktivisme bisa dijadikan alat refleksi kritis bagi para penyusun kurikulum . pengambil kebijakan, dan pendidi untuk membuat pembaruan sistem dan praktik pendidikan kita sehingga perubahan-perubahab yang ada bukan sekedar di permukaan namun menukik ke Roh pendidikan itu sendiri
         Selain paliran-aliran yang dipaparkan diatas, di Indonesia terdapat beberapa aliran-aliran klasik yang berpengaruh terhadap pendidikan di Indonesia.
Aliran –aliran klasik di Indonesia
1.      Aliran Nativisme
Istilah Nativisme dari asal kata natives yang artinya terlahir. Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang berpangaruh besar terhadap pemikiran psikologis. Tokoh utama aliran ini adalah Arthur Schopenhauer(1788-1869), seoran filosofis Jerman. Airan ini identik dengan pesimistisyang memandang segala sesuatu dengan kaca mata hitam. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia itu telah di tentukan oleh faktor-faktor yang di bawa manusia sejak lahir,pembawaan yang telah terdapat pada waktu lahir itulah yang menentukan hasil perkembangannya. Menurut aliran nativisme, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. Dalam ilmu pendidikan pandangan seperti ini di sebut pesimistis pedagogis.
      Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak itu sendiri. Bagi nativisme lingkungan lingkungan sekitar tidak mempengaruhi perkembangan anak, penganut aliran ini menyatakan bahwa kalau anak mempunyai pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya kalau anak mempunyai pembawaan baik maka dia akan baik. pembawaan baik dan buruk ini tidak dapat di ubah dari luar.
      Jadi menurut pemaparan di atas telah jelas bahwa pendidikan menurut aliran nativisme tidak bisa mengubah perkembangan seorang anak atau tidak mempunyai pengaruh sama sekali. Karena menurut mereka baik buruknya seoang anak di tentukan oleh pembawaan sejak lahir, dan peran pendidikan di sini hanya sebatas mengembangkan bakat saja. Misalnya: seorang pemuda sekolah menengah mempunyai bakat musik, walaupun orang tuanya sering menasehati bahkan memarahinya supaya mau belajar, tapi fikiran dan perasaanya tetap tertuju pada musik dan dia akan tetap berbakat menjadi pemusik.
2.      Aliran Naturalisme
   Nature artinya alam atau yang di bawa sejak lahir. Aliran ini di pelopori oleh seorang filusuf Prancis JJ. Rousseau(1712-1778). Berbeda dengan nativisme naturalisme berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik, dan tidak satupun dengan pembawaan buruk. Bagaimana hasil perkembangannya kemudian sangant di tentukan oleh pendidkan yang di terimanya atau yang mempengaruhinya. Jika pengeruh itu baik maka akan baiklah ia akan tetapi jika pengaruh itu jelek, akan jelek pula hasilnya. seperti dikatakan oleh tokoh aliran ini yaitu J.J. Rousseausebagai berikut:”semua anak adalah baik pada waktu baru datang dari sang pencipta, tetapi semua rusak di tangan manusia”. Oleh karena itu sebagai pendidik Rousseau mengajukan “pendidikan alam” artinya anak hendaklah di biarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut alamnya, manusia atau masyarakat jangan banyak mencampurinya. Rousseau juga berpendapat bahwa pendidikan yang di berikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu, aliran ini juga di sebut negativisme.
      Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Yang di laksanakan adalah menyerahkan anak didik kea lam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan itu. Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba di buat-buat sehingga kebaikan anak-anak yang di peroleh secara alamiyah sejak saat kelahirannya itu dapat berkembang secara sepontan dan bebas. Ia mengusulkan perlunya permainan bebas kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaannya, kemampuannya dan kecenderungannya.
      Jadi menurut aliran ini pendidikan harus di jauhkan dari anak-anak, seperti di ketahui, gagasan naturalism yang menolak campur tangan pendidikan, sampai saat ini malahan terbukti sebaliknya pendidikan makin lama makin di perlukan.
3.      Aliran Konvergensi
   Aliran konvergensi merupakan gabungan dari aliran-aliran di atas, aliran ini menggabungkan pentingnya hereditas dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia, tidak hanya berpegang pada pembawaan, tetapi juga kepada faktor yang sama pentingnya yang mempunyai andil lebih besar dalam menentukan masa depan seseorang.
   Aliran konvergensi mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkemangan manusia itu adalah tergantung pada dua faktor, yaitu: faktor bakat/pembawaan dan faktor lingkungan, pengalaman/pendidikan. Inilah yang di sebut teori konvergensi. (convergentie=penyatuan hasil, kerjasama mencapai satu hasil. Konvergeren=menuju atau berkumpul pada satu titik pertemuan).
   William Stern(1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman, dan sebagai pelopor aliran ini mengatakan “kemungkinan-kemungkinan yang di bawa lahir itu adalah petunjuk-petunjuk nasib depan dengan ruangan permainan. Dalam ruangan permainan itulah letaknya pendidikan dalam arti se luas-luasnya. Tenaga-tenaga dari luar dapat menolong, tetapi bukanlah ia yang menyebabkan pertumbuhan itu, karena ini datangnya dari dalam yang mengandung dasar keaktifan dan tenaga pendorong”
   Jadi menurut Williem seorang anak di lahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun buruk. Bakat yang di bawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. sebaliknya lingkungan yang baik dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang di perlukan untuk pengembang itu. sebagai contoh pada hakikatnya kemampuan anak berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil konvergensi. Pada anak manusia ada pebawaan untuk berbicara dan melalui situasi lingkungannya anak belajar berbicara dalam bahasa tertentu. Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya, karena itu anak manusia mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya. Karena itu teori W. Stern di sebut teori konvergensi(memusatkan ke satu titik). Jadi menurut teori konvergensi:
·         Pendidikan mungkin untuk di laksanakan
·         Pendidikan di artikan sebagai pertolongan yang di berikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.
·         Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Dari ketiga teori tersebut jelaslah bahwa semua yang berkembang dalam diri suatu individu di tentukan oleh pembawaan dan juga oleh lingkungannya. Seorang anak dapat berkata-kata juga di pengaruhi oleh dua faktor, pembawaan dan lingkungan.
     Jika salah satu dari kedua faktor itu tidak ada, tidaklah mungkin lepandaian berkata-kata dapat berkembang.
4.     Aliran Empirime
Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulsi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diproleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alm bebaqs ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk pendidikan. Tokoh perintisnya adalah John Loc

Pengaruh Aliran – aliran Klasik terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan di Indonesia
Di indonesia telah di terapkan berbagai aliran-aliran pedidikan, penerimaan tersebut dilakukan dengan pendekatan efektif fungsional yakni diterima sesuai kebutuhan, namun ditempatkan dalam latar pandangan yang konvergensi. Meskipun dalam hal-hal tertentu sangat diutamakan bakat dan potensi lainnya dari anak, namun upaya penciptaan lingkungan untuk mengembangkan bakat dan kemampuan itu diusahakan pula secara optimal. Dengan kata lain, meskipun peranan pandangan empirisme dan nativisme tidak sepenuhnya ditolak, tetapi penerimaan itu dilakukan dengan pendekatan eksistis fungsional yakni diterima sesuai dengan kebutuhan, namun di tempatkan dalam latar pandangan yang konvergensi seperti telah dikemukakan, tumbuh-kembang, manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni hereditas, dan anugerah. Faktor terakhir itu merupakan pencerminan pengakuan atas adanya kekuasaan yang ikut menentukan nasib manusia.
Dari paparan diatas jelas bahwa Indonesia yang mayoritas agama islam lebih condong pada aliran konvergensi yakni factor yang mempengaruhi perkembangan adalah pembawaan dan lingkungan.pembawaan merupakan potensi-potensi yang ada pada diri manusia sejak lahir yang perlu dikembangkan dengan adanya pendidikan atau lingkungan.
Dalam hadits nabi:
“semua anak dilahirkan atas kesucian/kebersihan (dari segala dosa/noda) dan pembawaan beragama tauhid,sehingga ia jelas bicaranya.maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anaknya menjadi yahudi atau nasrani atau majusi,”(HR.Abu ya’lah,altab rani,dan al baihaqi dari aswad bin sari’)
Hadits diatas menerangkan bahw anak dilahirkan dalam keadaan suci atau belum mengetahui apa-apa kecuali bekal potensi dan hereditas yang dibawanya.sedangkan perkembangan selanjutnya itu akan dipengaruhi oleh factor lingkungan atau pendidikan dan orang tua disini sebagai pendidik mempunyai peran atau andil yang sangat pentinng untuk mengarahkan anak kejalan yang mereka kehendaki. Dewasa ini hampir tidak ada yang menganut teori nativisme, naturalisme, maupun empirisme, mereka lebih condong pada aliran konvergensi.
Dua aliran Pokok Pedidikan di Indonesia
a.     Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, ada salah seorang putera Indonesia yang bernama Raden mas Soewardi Soerjaningrat. Ia gemar menulis dengan menggunakan bahasa Belanda yang halus dan mengandung sindiran terhadap pemerintah Belanda, tulisannya bejudul “Alks ik een Nederlander was” yang artinya Andai saja saya seorang Belanda. Dari tulisannya yang dianggap tajam oleh pemerintah Belanda inilah ia dibuang di Negeri Belanda.
Ketika berada di tempat pembuangan beliau merasa bebas dalam menyatakan pendapat-pendapatnya, sedang di tanah air sendiri yang dikuasai oleh pemerintah penjajah Belanda justru kebebasannya terganggu. Dari kecintaannya terhadap pendidikan yang sekaligus merupakan perwujudan dari cita-citanya, maka pacta tanggal 3 juli 1922 di Yogyakarta didirikanlah suatu taman kanak-kanak yang diberi nama Taman Indriya. Kemudian berkembang lagi dan semakin luas hingga seluruh lembaganya diberi nama perguruan Kebangsaan Taman Siswa.
Pada jaman penjajahan Belanda, Taman Siswa bersikap “noncooperative” dan menolak pemberian subsidi. Di dalam melaksanakan konsep pendidikannya Taman Siswa memiliki asas-asas sebagai berikut:
1.     Asas merdeka untuk mengatur dirinya sendiri. Hendaknya setiap peserta didik dapat berkembang menurut kodrat dan bakatnya,namun mereka dididik dengan sistem among atau tut wuri handayani.
2.     Asas Kebudayaan yang dalam hal ini kebudayaan Indonesia sendiri.
3.     Asas kerakyatan, pendidikan dan pengajaran harus diberikan kepada seluruh rakyat.
4.     Asas kekuatan sendiri (berdikari). Dengan demikian segala pembelanjaan ditutup dengan uang pendapatan sendiri.
5.     Asas berhamba kepada anak.
Pada saat Indonesia merdeka pada tahun 1945, dan dua tahun berikutnya berhasil disusun dasar-dasar Taman Siswa yang dikenal dengan Panca Darma. Kelima dasar yang dimaksud adalah
§  Kemanusiaan
Harus ada cinta kasih terhadap sesama manusia dan terhadap seluruh makhluk Allah SWT.


§  Kodrat Hidup
Termasuk Kodrat hidup adalah pembawaan.
§  Kebangsaan
Tidak boleh bersifat chauvinistic ( menyombongkan kehebatan bangsa sendiri) dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum manusia.
§  Kebudayaan
Kebudayaan nasional harus dipelihara. Pendidik harus mengajak peserta didik meresapi jiwa bangsa yang terwujud dalam kebudayaannya.
§  Kemerdekaan Kebebasan
Ki Hajar Dewantara juga menentukan semboyan bagi kaum pendidik, antara lain: ing ngarso sung tulodho, artinya jika pendidik berada di muka dia berkewajiban memberi teladan kepada para peserta didiknya. Ing madya mangun karso artinya: jika di tengah membangun semangat, berswakarya, dan berkreasi pada peserta didik. Tut wuri handayani artinya jika di belakang pendidik mengikuti dan mengarahkan peserta didik agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
b.Ruang Pedidikan INS di Kayutanam
Sebuah sekolah lain timbul sebagai reaksi terhadap sekolah-sekolah pemerintah Hindia Belanda yaitu INS ( Indonesiche Nederlansce School) di kayutanam, yaitu suatu kota kecil di dekat padang panjang Sumatera Barat. Sekolah ini mempunyai rencana pelajaran dan metode sendiri yang hampir mirip dengan rancangan kerschensteiner dengan arbeitsschulenya.
M. Syafei dengan sekolahnya ingin membentuk pemuda-pemuda Indonesia yang berani tegak sendiri, berusaha sendiri, hidup bebas dan tidak tergantung buat seumur hidupnya pada pemerintah sebagai pegawainya.
Adapun dasar pemikiran INS adalah:
a.       Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Menentang intelektualisme,aktif, giat dan punya daya cipta serta dinamis.
c.       Memperhatikan bakat dan lingkungan siswa.
d.      Berpikir secara rasional, bukan secara mistik.


DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syukron Katsir Telah berkunjung di My Blog Rizal EnsyaMada_@Rizal_EsnyaMada